Aqidah Salaf Abu Manshur Al -Maturidi (w. 333 H)

Aqidah Salaf Abu Manshur Al -Maturidi (w. 333 H) Ustad Sofyan Tsauri Umur Abu Mansur Al-Maturidi(w. 333 H) lebih tua dari al-Imam Abu Hasan Al-‘Asyari, guru-guru beliau di antaranya Abu Sulaiman Al-Juzjani lalu Abu Sulaiman belajar dengan 2 murid terbaik Imam Abu Hanifah yaitu Al-Qadhi Abu Yusuf (w.182 H)dan Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (w. 189 H) Imam Abu Hanifah sendiri mempunyai kitab Aqidah yang berjudul Fiqh Akbar yang kemudian di Syarahi oleh Abu Mansur Al-Maturidi, artinya Aqidah Al-Maturidi sangat di pengaruhi oleh Aqidahnya Imam Abu Hanifah, demikian sanad Abu Mansur Al-Maturidi yang bersambung ke Imam Abu Hanifah, sementara Abu Hanifah merupakan produk dari madrasah Ahlu ro’yi dari ulamanya sahabat nabi yaitu Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhuma. Di sinyalir kitab Fiqhul Akbar adalah kitab tertua yang berbicara tentang Aqidah, argumentasi nalarnya tidak melampaui sebagaimana Mu’tazilah, demikian Abu Zahrah mengatakan. إن منهاج الماتريدية للعقل سلطان كبير فيه من غير أي شطط أو إسراف والأشاعرة يتقيدون بالنقل ويؤيدونه بالعقل. Sesungguhnya manhaj Al-Maturidi telah menggunakan argumentasi nalar (dalil aqli) dengan porsi yang cukup besar namun tanpa melampaui botas atau berlebihan. Sedangkan manhaj Al-Asy’ari berpegang teguh dengan dalil nagli dan mengukuhkannya dengan argumentasi nalar akal (dalil agli) (Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, Kairo Dar Al-Fikr, 2008 jilid 1 hal 212) Lalu dari Al-Maturidi inilah banyak melahirkan beberapa kitab, artinya madzhab Aqidah Al-Maturidi terverifikasi oleh ulama-ulama berikutnya seperti Kitab al-Musayarah Fii al-Aqa’id al-Munjiyah Fil al-Akhirah adalah sebuah kitab akidah karya Al-Imam al-Kamal Ibnu al-Humam al-Maturidi rahimahullahu ta’aala (w. 861 H). 18. Kitab Muljimatu al-Mujassimah, Kitab Muljimatu al-Mujassimah adalah sebuah kitab akidah karya Al- Imam Alauddin al-Bukhari al-Maturidi rahimahullahu ta’aala (w. 841 H). Diantara para ulama dari kalangan madzhab Maturidiyah yang mensyarah kitab al-Aqidah at-Thahawiyah adalah Al-Imam Akmaluddin al-Babarti, Al-Imam Syuja’uddin at-Turkistani dan Al-Imam Sirajuddin al-Ghaznawi. Kitab ini merupakan syarah atau penjelasan kitabnya Al-Imam Abu Hanifah yang berjudul al-Fiqh al-Akbar. Dengan kitab syarah ini kita bisa melihat Salafi Wahabi yang mencoba untuk merubah atau memelintir isi kitab al-Fiqh al-Akbar karya Al-Imam Abu Hanifah. Sebagaimana kitab-kitab Fiqh juga melalui proses verifikasi dari Ashah dan Ashab nya, sehingga lahirlah sebuah Madzhab Fiqh yang mu’tamad (paten), demikian dalam madzhab Aqidah, melalui proses yang panjang, sehingga Madzhab fiqh Hanafiah dan madzhab Aqidahnya, tersebar dan membentang dari Eropa timur, Turki, Asia Tengah, Asia selatan Hindustan hingga ke Burma Rohingya, 46 persen dari populasi 1,7 milyar manusia, berpegang pada mazhab Fiqh dan Aqidah ini, demikian Aqidah Asya’irah juga membentang dari ujung Afrika Utara, di mulai negeri Maroko hingga ke Merauke Indonesia, Inilah Suwadzul ‘Adzhom sesungguhnya Waallahu’Alam (Bersambung). Sofyan Tsauri
Ngaji Syarah Waraqat, Bab Al-Af’alu (perbuatan Nabi), Lapas Cikeas, 9 Desember 2022

Ngaji Syarah Waraqat, Bab Al-Af’alu (perbuatan Nabi), Lapas Cikeas, 9 Desember 2022 Ustad Sofyan Tsauri Di dalam Syarah Waraqat dan Hasyiyah Dimyati halaman 13 di luar kotak paling bawah di sebutkan bab أفعال الرسول – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – Beberapa perbuatan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam الأفعال هذه ترجمة. فعل صاحب الشريعة يعني النبي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لا يخلو إما أن يكون على وجه القربة والطاعة أو لا يكون فإن كان على وجه القربة والطاعة. Perbuatan dari pemilik (penyampai) syariat, yakni Nabi Muhammad saw tidak lepas adakalanya dilakukan sebagai pendekatan diri dan ketaatan, atau tanpa ada unsur semacam ini. Jika perbuatan tsb sebagai pendekatan diri dan ketaatan الأفعال المختصة بصاحب الشريعة Beberapa perbuatan secara khusus pemilik syari’at فإن دل دليل على الاختصاص به يحمل على الاختصاص، كزيادته – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – في النكاح على أربع نسوة. manakala ditemukan dalil yang mengkhususkan bagi Nabi, maka diarahkan khusus bagi Nabi. Seperti Nabi saw menikahi lebih dari empat istri. Penjelasan Contoh perbuatan hanya khusus bagi Nabi di dalam Hadist riwayat Bukhari, Muslim dan Turmudzi وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: – نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ اَلْوِصَالِ, فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ: فَإِنَّكَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ تُوَاصِلُ? قَالَ: ” وَأَيُّكُمْ مِثْلِي? إِنِّي أَبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي وَيَسْقِينِي “. فَلَمَّا أَبَوْا أَنْ يَنْتَهُوا عَنِ اَلْوِصَالِ وَاصَلَ بِهِمْ يَوْمًا, ثُمَّ يَوْمًا, ثُمَّ رَأَوُا اَلْهِلَالَ, فَقَالَ: ” لَوْ تَأَخَّرَ اَلْهِلَالُ لَزِدْتُكُمْ ” كَالْمُنَكِّلِ لَهُمْ حِينَ أَبَوْا أَنْ يَنْتَهُوا – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa wishal. Ada seorang muslim yang menyanggah Rasul, “Sesungguhnya engkau sendiri melakukan puasa wishal?” Rasul pun memberikan jawaban, “Siapa yang semisal denganku? Sesungguhnya aku di malam hari diberi makan dan minum oleh Rabbku.” Lantaran mereka tidak mau berhenti dari puasa wishal, Nabi berpuasa wishal bersama mereka kemudian hari berikutnya lagi. Lalu mereka melihat hilal, beliau pun berkata, “Seandainya hilal itu tertunda, aku akan menyuruh kalian menambah puasa wishal lagi.” Maksud beliau menyuruh mereka berpuasa wishal terus sebagai bentuk hukuman bagi mereka karena enggan berhenti dari puasa wishal. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1965 dan Muslim no. 1103). Kenapa Hukum Puasa Wishol di harankan 1- Puasa wishal terlarang . Hikmah larangannya karena dapat mendatangkan dhoror (bahaya), melemahkan badan dan dapat mendatangkan kejemuan. Bahkan karena menyambungkan puasa dengan hari berikutnya dapat mengganggu aktivitas ibadah harian seperti shalat yang diperintahkan untuk disempurnakan dan memperbanyak membaca Al Qur’an. Mengenai hukum puasa wishal, para ulama berbeda pendapat menjadi tiga pendapat sebagai berikut: Pendapat pertama: Puasa wishal diharamkan Inilah pendapat mayoritas ulama yaitu madzhab Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i. Ibnu Hazm juga menegaskan akan haramnya. Di antara dalilnya hadits yang dikaji kali ini, karena kalimat Laa Tuwashilu yang di riwayatkan Turmudzi adalah kalimat Nahi yang bersifat mutlaq berarti اَلْأَصْلُ فِي النَّفِي الْمُطْلَقِ يَقْتَضِي الدَّوَامَ Bermula larangan yang mutlak menghendaki ditinggalkannya perbuatan selamanya. Pendapat kedua: Puasa wishal dibolehkan jika mampu dilakukan. Inilah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair, bahkan diceritakan bahwa beliau melakukan puasa wishal sampai 15 hari. Demikian juga menjadi pendapat Abu Sa’id Al Khudri. Karena hal ini karena di hadist ada kalimat ….فَأَيُّكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَر….. ….Jika salah seorang di antara kalian ingin melakukan wishal, maka lakukanlah hingga sahur (menjelang Shubuh).”….. Yang artinya boleh karena ulama Ushul memahaminya الأمر بَعْدَ النَّاهِي يُفيدُ الإِبَاحَة Suruhan sesudah larangan berarti kebolehan”. Sebab yang lebih mudah dimengerti, ialah adanya kebolehan ter- sebut. Apa yang mudah dimengerti, adalah arti (maksud) yang sebenar- nya. Contoh lagi كنتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا Dulu saya melarang kamu menziarahi kuburan, maka sekarang siarahilah”(Hadis riwayat Muslim). Di sini ziarah kuburan tidak wajib, sebab adanya suruhan itu sesudahnya dilarang. Selesai Pendapat ketiga: Hukum puasa wishal itu dirinci. Puasa wishal masih dibolehkan hingga waktu sahur. Namun menyegerakan berbuka puasa ketika tenggelam matahari itu lebih afdhol. Jika ditambah lebih dari itu, maka dihukumi makruh. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, sebagian ulama Malikiyah, Ibnu Khuzaimah dari ulama Syafi’iyah dan sekelompok ulama hadits. Selesai الأفعال غير المختصة بصاحب الشريعة Beberapa perbuatan nabi yang tidak secara khusus Nabi (pemilik syari’at) وإن لم يدل لا يختص به، لأن الله تعالى قال {لقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ } فيحمل على الوجوب عند بعض أصحابنا.في حقه وحقنا لأنه الأحوط.ومن أصحابنا من قال يحمل على الندب، لأنه المتحقق بعد الطلب.ومنهم من قال يتوقف فيه، لتعارض الأدلة في ذلك. وإن كان على وجه غير وجه القربة والطاعة، فيحمل على الإباحة، في حقه وحقنا Dan apabila dalil tersebut tidak ada, maka perbuatan tersebut tidak dikhususkan bagi Nabi. Sebab Allah swt telah berfirman, QS. Al-Ahzab : 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. Kemudian perbuatan tersebut diarahkan pada wajib menurut sebagian Ashhab Syafi’iyyah, baik bagi Nabi maupun bagi kita, karena hal ini lebih berhati-hati. Sebagian Ashhab ada yang menyatakan, diarahkan pada sunnah, karena hal ini lebih diyakini setelah adanya tuntutan. Sebagian Ashhab yang ain menyatakan ditangguhkan, karena dalil-dalil yang menjelaskan wajib dar sunnah saling bertentangan. Apabila perbuatan tersebut memiliki unsur selain sebagai pendekatan diri dan ketaatan, maka diarahkan pada mubah (boleh dilakukan), seperti makan dan minum, baik bagi nabi maupun bagi kita. Penjelasan: Perbuatan dari Nabi Muhammad saw ada dua jenis; A. Memiliki unsur pendekatan diri dan ketaatan, diperinci;
Residivisme Teroris dan Deradikalisasi
Residivisme Teroris dan Deradikalisasi 11 Desember 2022 Penulis: Gus Soffa Ihsan Kasus bom bunuh diri berulang kembali. Pada Rabu pagi, 7 Desember 2022 tragedi biadab itu terjadi di Polsekta Astana Anyar, Bandung. Korbannya ada yang meninggal yaitu Aipda Sofyan. Delapan petugas dan warga sipil luka-luka. Pelakunya adalah Agus Sujatno, atau Abu Muslim bin Wahid. Yang mengagetkan, pelaku ini adalah eksnapiter kelahiran Bandung 1988 yang baru bebas setahunan ini dari Nusakambangan. Sebelumnya dia terlibat bom Cicendo yang pelakunya Yayat Cahdiyat tahun 2017. Agus bersama Yayat merakit bom dari bahan yang dibeli di situs online. Akibat kasus ini, dia diganjar 4 tahun di Nusakambangan. Rupanya belum pulih dari ganasnya virus radikal, Agus melakukan amaliyat teror bom bunuh diri. Aksi bom bunuh diri ini menambah daftar kasus serupa di negeri kita. Data yang ada, terhitung 12 kali kejadian sejak 2002. Pada tahun 2018, Indonesia kala itu menjadi salah satu negara di Asia Pasifik yang mendapatkan predikat nilai buruk akibat meningkatnya aktivitas teroris, disusul oleh Vietnam, Korea Utara dan Taiwan (Global Terrorism Index, 2019: 41). Angka ini muncul akibat rentetan serangan teroris yang terjadi di Indonesia pada tahun 2018, diantaranya teror bom di tiga gereja di Surabaya yang merenggut korban jiwa hingga puluhan orang terluka, kerusuhan di Markas Komando (Mako) Brimob, serangan teroris di Mapolda Riau, serta bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya dan Rusunawa Wonocolo Sidoarjo. Rentetan aksi teror yang terjadi sepanjang tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya merenggut banyak korban jiwa, hingga kerugian materil yang tidak hanya dirasakan secara individu, namun juga negara. Aksi-aksi lone wolf ini tampaknya menjadi cara paling digemari saat ini. Mungkin sifatnya yang dipandang pelaku sebagai instan, praktis dan efektif, tanpa berurusan dengan fatwa mentor atau segala hal yang sifatnya hirartki indoktrinasi. Walaupun aksi sejenis ini mudah dilihat sebagai model dari kelompok yang berafiliasi dengan ISIS yang di Indonesia dipandegani oleh JAD. Tren organisasi teroris saat ini bergerak ke arah lone wolf, yaitu mereka yang bergerak sendiri tanpa jaringan, yang merupakan hasil belajar melalui internet. Selain itu, terdapat pula kemerosotan organisasi (tandzim) menjadi “jihad tanpa pemimpin”. Salah satu contohnya adalah Al Qaeda yang tidak lagi mengontrol sumber daya, menjalankan kamp pelatihan, atau berada dalam posisi untuk mengarahkan operasi. Al Qaeda berubah hanya sebagai sebuah jaringan sosial yang mengilhami jihad global. Hal ini mengindikasikan bahwa terorisme telah terpecah dan menjadi diri sendiri (Acharya dan Marwah, 2011: 3). Evolusi ini dilakukan oleh organisasi-organisasi teror untuk mengelabuhi musuh besarnya dalam membentuk jaringan-jaringan terputus. Tak hanya di tingkat dunia, permasalahan terorisme juga menjadi isu utama di Indonesia. Apapun bentuk teror, adalah perbuatan keji melawan kemanusiaan dan agama. Sekecils apapun teror tetaplah tindakan yang merusak dan membuat gaduh. Tak ayal, kita tidak bisa memandang remeh apapun bentuk dan kualitas teror. Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh seluruh manusia, sebuah kredo dari Al-Quran yang luar biasa menyadarkan pada kita untuk senantiasa menjaga marwah manusia. Kembalinya Amaliyat Teror Penelitian yang dilakukan Ismail dan Sim pada tahun 2016 menunjukkan bahwa estimasi tingkat residivisme teroris di Indonesia mencapai angka 15% (Hasisi, Carmel, Weisburd & Wolfowicz, 2019: 5). Ada pula yang kembali masuk dalam jaringan radikal setelah keluar dari penjara, bahkan telah melewati proses deradikalisasi BNPT secara intensif, seperti Isnaini Romdhoni yang terlibat dalam jaringan bom di gereja Surabaya. Ia diketahui pernah melakukan latihan perang ala militer di Poso bersama kelompok Santoso. .Kasus residivis teroris lain adalah Ismarwan yang ditangkap pada 21 November 2019 oleh Densus 88 karena melakukan pelatihan militer bersama jaringan kelompok JAD dan pernah terlibat aksi terorisme di Aceh tahun 2017 (Zulfahri, 2019). Menariknya, Ismarwan mengikuti seluruh kegiatan yang diadakan oleh Direktorat Deradikalisasi BNPT (Zulfahri, 2019). Kasus lain dilakukan Juhanda yang pernah terlibat dalam kasus bom buku dan bebas pada tahun 2014. Juhanda kembali menyerang gereja Oikumene pada tahun 2016 di Samarinda. Kasus lain, yakni Sunakim yang terlibat dalam pelatihan Jantho Aceh dan bebas pada 2015 kembali melakukan aksi Bom Sarinah pada Desember 2016 (Zulfahri, 2019). Selain itu, Yayat Cahyadi alias Abu Salam, yang bebas pada tahun 2014 dan kembali melakukan aksi Bom Panci di Cicendo, Bandung pada 27 Februari 2017 (Zulfahri, 2019). Nama Yayat Cahdiyat juga pernah disebutkan sebagai salah satu dari 8 terpidana terorisme yang dijebloskan di Lapas pada 17 Mei 2013. Yayat masuk dalam jaringan kelompok Cikampek bersama Enjang Sumantri, Bebas Iriana dan Ujang Kusnanang. Yayat sendiri waktu itu divonis 3 tahun penjara. Dan juga sebelumnya adalah residivis teroris seperti Abdullah Sonata, Abdul Rauf dan Aman Abdurrahman. Tahun 2019 Densus 88 menangkap seorang teroris berinisial HK alias Wahyu Nugroho alias Uceng. Uceng yang merupakan seorang residivis ini telah ditangkap pada 3 Januari 2019 silam di Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat hendak berangkat ke Suriah melalui Iran. keterlibatan Uceng dalam sejumlah kasus teror di Indonesia, cukup penting. Dia terlibat dari mulai kelompok JI (Jamaah Islamiyah) jamannya Noordin M Top dan dr Azhari. Dia pernah mendekam di penjara dua kali atas kasus terorisme. Pasca dibebaskan dari penjara, Uceng diketahui berkomunikasi dengan Abdul Wahid, salah satu algojo ISIS di Suriah yang diketahui sudah tewas pada akhir Januari 2019. Dari pelacakan komunikasi keduanya, diketahui Abdul menyarankan Uceng agar segera ke Suriah dengan mengirimkan dana sebesar Rp 30 juta untuk biaya keberangkatan Uceng. Namun setelah Uceng menerima dana tersebut, HK selanjutnya memberikan sebagian dana itu ke sel-sel ‘tidur’ di Indonesia untuk bangkit melakukan aksi teror. Fakta berulangnya residivis teroris menjadikan program deradikalisasi disorot. Berbagai upaya yang dilakukan selama ini dengan mengundang tokoh dari luar negeri maupun tokoh-tokoh ulama belum memadai karena eks napiter merasa memiliki alur pemahaman yang berbeda. Upaya bantuan kewirausahaan dalam berbagai bentuk yang gencar diberikan belum mampu meluluhkan paham idiologisnya. Terorisme sebagaimana dalam ungkapan Hendropriyono merupakan tindakan kejahatan yang tidak tunduk pada aturan apapun, lantaran nilai kebenarannya terletak di dalam dirinya sendiri. Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa saat ini terdapat kebutuhan yang lebih besar untuk melakukan langkah intervensi dalam rangka mencegah radikalisasi dan mempersiapkan strategi pencegahan residivis. Ketika membahas residivisme, penting untuk dicatat bahwa, walaupun terorisme yang bermotivasi agama mengalami peningkatan pasca-11/9, para ideolog lain menginspirasi aksi teroris secara global. Nasionalisme, dan terorisme sayap kanan hanyalah beberapa contoh dari motivasi non-agama yang bercorak ekstremisme
Menjemput Senjakala Di Ranum Usia
Menjemput Senjakala Di Ranum Usia 14 November 2022 Penulis: Gus Soffa Ihsan Sebuah novel adalah semburat kata-kata dari gambaran hidup di alam nyata. Kira-kira begitu simpulan saya ketika membaca novel “Bom Sang Teroris”, karya filsuf dan sastrawan Perancis, Albert Camus. Camus kali ini hendak mendedah kembali pada titimangsa Februari 1905, peristiwa yang terjadi di Rusia. Ada sekelompok teroris dari partai sosialis revolusioner merancang percobaan pembunuhan atas Hertog Agung Serge Alexandrovich, paman Tsar Rusia. Tak cukup pada pengisahan jalannya teror, sejatinya Camus hendak membelalakkan sisi lain dari teater kekejian teror. Dengan berbagai konflik yang mudah dicerna, pembaca disuguhi alur konflik yang mengantar sang tokoh ke tiang gantungan. Di novel ini, kita disuguhi gumul-gumul hebat diantara anggota teroris ketika berhadapan dengan calon korbannya. Ya, sebuah kisah tentang pergulatan batin para teroris yang begitu mendalam pada tokoh-tokohnya. Yanek Kaliayev, pemuda itu, memang tak mampu untuk melepaskan hatinya. Ia disiapkan untuk melemparkan bom. Tapi ketika kereta sang Hertog datang, ada yang tak disangka-sangkanya. Di kereta tamu agung itu ada dua anak kecil, kemenakan sang Hertog. Wajah mereka tampak sedih, memandang lurus ke depan. Melihat itu, Yanek batal menjalankan perintah. “Tanganku jadi lemas. Kakiku goyah,” katanya kemudian. Bom tak jadi dilemparkan, kereta itu berlalu, selamat. Kita tak bisa menujahkan kisah novel ini pada tindakan teror yang dilakukan oleh kelompok teroris belakangan ini, wabil khusus yang masih belia. Bahwa teror yang dilakukan oleh mereka yang dituturkan oleh Albert Camus dalam novel ini mempunyai sasaran yang terpilih, biasanya kalangan atas dan atau pemimpin politik atau kepala negara. Sementara sekarang ini polisi bahkan warga sipil pun telah dimasukkan dalam target penyerangan oleh kelompok teroris. Di novel ini, Camus ingin menunjukkan bahwa tidak ada tindakan yang tanpa batas. Tindakan baru dikatakan adil dan benar kalau ia mengakui batasan-batasan, kalau melewatinya harus menerima kematian. Dalam kisah ini, Camus juga memunculkan sebuah ironi. Dengan menarik, ia tunjukkan munculnya kontradiksi-kontradiksi dalam diri para teroris, justru ketika mereka bercita-cita hendak menghancurkan segala kontradiksi yang ada di masyarakat. Kini kita lihat, lakon teroris, meruapkan hubungan yang merisaukan, atau mengerikan, antara pembunuhan dan keadilan, antara kebenaran dan kematian, antara politik dan ketakberhinggaan. Apa ini selaras yang dikobarkan oleh salah satu tokoh revolusi Perancis, Maximilian Robespierre, yang mengesahkan penggunaan teror untuk menghadapi musuh-musuh politik. Kata Robespierre, “Teror is nothing but justice, prompt, severe and inflexible.” Dilihat di hari ini, teroris tak terasa gelap, bahkan terlampau jernih. Camus seperti tak mengenal kemungkinan bahwa keadilan bisa berarti dendam dan dendam bisa berarti kebencian. Bagi para algojo yang mengumbar peluru, menggorok pakai pisau deretan korban, melempar diri bersama bom, lalu disiarkan selaksa parade teror yang amat giris. Tak dibutuhkan sentuhan yang mengimbau apa pun, kecuali Tuhan yang diubah jadi galak. Pembunuhan, tulis Camus, adalah “perkecualian yang tanpa harapan” Tapak Belia Kalap Di negeri ini,–mari kita longok sejenak—berkali-kali terjadi peristiwa teror yang ajibnya dilakukan para belia. Barusan berselang, 2022 ini seorang perempuan bernama Siti Elina diamankan petugas lantaran nekat menerobos istana negara. Selidik punya selidik, perempuan muda ini terpapar paham ekstrem. Sebelumnya, ada mahasiswi dari sebuah kampus di Jakarta yaitu Zakiah Aini dengan modal airsoftgun nekad masuk Mabes Polri dan menembakkan senjatanya hingga dia harus tewas ditembak di tempat. Kita kembali melongok ke belakang. Kita awali dari aksi penembakan terhadap polisi solo yang lalu memantik duga dilakukan teroris generasi baru. Remaja belasan tahun yang mencoba berafiliasi dengan jaringan teroris lama. Motifnya, balas dendam kepada kepolisian. Mereka kecewa karena banyak tokoh mereka yang ditangkap polisi. Sungguh, remaja belia yang ‘mati rasa’ memberondong tembakan terhadap polisi. Tak seperti Kaliyef dan juga Dora dalam novel Camus itu yang masih menyisakan gemetar hati dan cinta. Dora mengucapkan sesuatu dengan sentuhan itu, menandai kekerasan hidupnya juga menyembunyikan sesuatu yang merindukan yang universal. Sejenak ia ingin matahari bersinar, leher tak terus-menerus bersitegang, dan keangkuhan dilepas. Sejenak ia menduga itu “cinta”, katanya. Namun Farhan Mujahid, 19 tahun dan Mukhsin Sanny Permadi, 20 tahun, kedua belia eksekutor tanpa sesal dan penuh yakin melakukan amaliyah yang seolah perintahnya datang dari ‘langit’. Sebuah ‘kata magis’ yang selalu dihantamkan adalah ‘thoghut’. Kata yang dipetik dari dalil naqli, namun dengan tafsir yang sangat cekak. Sepintas merenda ‘sanad’ dari sosok belia misterius ini. Jaringan Farhan terkuak. Ada Bayu Setyono, remaja berusia 16 tahun adalah anggota kelompok FarhanMukhsin. Peran Bayu bahkan diduga lebih signifikan dari Mukhsin karena beberapa kali langsung terjun ke lapangan sebagai eksekutor dalam penyerangan ke pos polisi. Selain sebagai salah satu eksekutor, Bayu juga berperan menyediakan pelat nomor palsu untuk sepeda motor yang digunakan dalam penyerangan. Keterkaitan Farhan cs dengan kelompok-kelompok teroris yang ditangkap sebelumnya, seperti di Cirebon dan Aceh, hubungan mereka bersifat ‘’emosional’’. Farhan cs juga tidak bisa dikatakan sebagai jaringan baru karena memiliki hubungan secara emosional dengan para tokoh lama. Farhan bahkan bisa dibilang dibesarkan di lingkungan teroris. Farhan adalah anak kandung Suhartono, pria yang ikut merencanakan percobaan pembunuhan terhadap politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Matori Abdul Djalil, pada 1999. Suhartono tewas dihakimi massa. Kemudian ibu Farhan menikah lagi dengan seorang tokoh senior dalam dunia terorisme, yakni Abu Umar alias Indra Kusuma. Abu Umar adalah terdakwa penyelundupan senjata api dari Filipina Selatan ke Indonesia. Abu Umar ditangkap pada 2011, dengan tuduhan memasok senjata kepada kelompok yang menyerang pos Brimob di Ambon pada 2004. Dengan lingkungan seperti itu, wajar bila Farhan dikatakan memiliki hubungan emosional dengan para tokoh lama terorisme. Status Farhan sebagai anak tiri Abu Umar si pemasok senjata dari Filipina Selatan itulah yang membuat kelompok Farhan cs dikatakan memiliki jaringan yang ‘mutawatir’ dengan para pemberontak Moro di Filipina. Meski demikian, juga tidak bisa dikatakan aksi teror Farhan cs adalah instruksi dari tokoh-tokoh lain yang lebih senior. Sebagai anak muda, Farhan cs tampaknya sangat ‘’rentan’ dipengaruhi pandangan para tokoh senior terorisme yang mereka kenal. Mereka ini masih ‘’ingusan’ yang berpikiran pendek dan emosional. Farhan, Mukhsin dan Bayu bukan satu-satu kelompok remaja yang terjerumus pada aksi terorisme. Sederet ‘belia jihadis’ bisa kita papar disini. Salah satu poin dalam laporan International Crisis Group (2011) menyebutkan, betapa di Indonesia kian banyak teroris berusia muda. Yang tergolong ‘legendaris’ barangkali adalah Dani Dwi Permana, 19 tahun dan Nana Supriyatna, 18 tahun yang melakukan aksi
Jihadis Daring
Jihadis Daring 27 Oktober 2022 Penulis: Gus Soffa Ihsan Jakarta. Kelompok ekstrimis di Indonesia punya sejarah panjang jihadisme online. Mereka tampaknya tak pernah kekurangan akses ke internet. Pertumbuhan internet di Indonesia secara garis besar berjalan beriringan dengan evolusi gerakan jihad di Indonesia. Kelompok-kelompok jihadis bergantung pada berbagai milis untuk memperkuat identitas kelompok dan menyebarluaskan materi. Jihad Tehno Di masa lalu, kelompok-kelompok ekstrimis sudah terlibat dalam upaya penggalangan dana online, hacking dan penipuan kartu kredit. Mereka mencoba melakukan sabotase terhadap situs-situs pemerintah. Mereka juga mengamaliyahkan pelatihan virtual seperti perakitan bom. Contoh belajar bom dari internet yaitu pemboman di masjid Polres Cirebon 2011, yang nyaris berhasil. Jamaah Islamiyah mulai melakukan serangkaian serangan di Indonesia pada tahun 1999-2000 sebagai respon terhadap meledaknya konfik di Ambon dan Poso, persis pada saat berbagai pihak dalam konflik-konflik tersebut mulai memanfaatkan internet untuk kebutuhan berita, propaganda dan komunikasi. Mulai 1999 sampai 2003, gerakan jihadis didominasi oleh JI, yang mencapai puncaknya pada peristiwa bom Bali 2002. Anggota JI, Imam Samudra mengelu-elukan pemanfaatan internet baik sebelum maupun setelah dirinya ditangkap, sebagai sebuah mekanisme untuk menjangkau khalayak, berkomunikasi, menggalang dana dan melancarkan cyber-jihad. Periode 2004-2009 didominasi oleh bom-bom bergaya al-Qaeda oleh Noordin Top yang meniru gaya dan tujuan Abu Musab al-Zarqawi, pendiri Negara Islam di Irak, organisasi yang melahirkan ISIS. Secara terpisah, JI membangun basisnya di Poso, Sulawesi Tengah, yang lalu dibubarkan oleh polisi. Berbagai penangkapan dan perbedaan ideologi memicu perpecahan di dalam komunitas jihad. Ini bisa dilihat dengan munculnya Jamaah Ansharul Tauhid (JAT) pada 2008. Pada periode ini, milis-milis digantikan oleh obrolan melalui layanan relai internet (MIRC), lalu berkembang menjadi berbagai forum obrolan dan layanan pesan. Blog jihadis yang terkait dengan berbagai situs dan media cetak pun berkembang dengan cepat. Segelintir ekstrimis Indonesia mencoba bergabung dengan jihad global dengan cara membangun komunikasi melalui Global Islamic Media Front (GIMF) milik al-Qaeda. Keterampilan komputer sudah banyak dimanfaatkan untuk layanan indoktrinasi dan juga rekrutmen. Periode 2010-2013 diawali dengan pembubaran kamp pelatihan teroris di Jantho Aceh. Hal ini mempertajam perpecahan di kalangan jihadis dan memicu kebangkitan sel-sel otonom, dimana anggota-anggotanya kebanyakan tidak terlatih dengan baik dan tidak kompeten. Satu kasus hacking spektakuler untuk menggalang dana justru menggarisbawahi betapa langkanya hal-hal semacam ini bisa terjadi. Jelas bahwa adanya segelintir spesialis komputer yang relatif terlatih tidak bisa mengatasi absennya kepimpinan kuat, keterampilan perang, atau strategi dalam berorganisasi IPAC; 2015). Kegagalan di Aceh juga mengarah pada kebangkitan sebuah kelompok kecil bersenjata di Poso, yang lahir dari sisa-sisa struktur JI. Penggunaan media sosial meroket pada periode ini, terutama Facebook dan Twitter, seiring dengan pemanfaatan telpon genggam pintar, sehingga pemanfaatan warnet menjadi tidak sepenting dahulu. Meledaknya konflik di Suriah, memunculkan kehausan baru untuk berita-berita internasional yang dicoba dipenuhi oleh situs-situs jihad. Perkembangan teknologi komunikasi dan peningkatan penetrasi penggunaan internet dan media sosial di Indonesia memudahkan bagi kelompok ekstrimisme untuk berkomunikasi. Ada ratusan ribu percakapan privat antar pengguna akun Facebook dan Twitter disamping percakapan lintas regional dan internasional melalui WhatsApp maupun layanan-layanan serupa. Ngaji Online dan Relay Chatting Kelompok jihadis yang ingin mengeksplorasi potensi internet secara lebih sistematis, mereka membutuhkan sejumlah spesialis komputer. Imam Samudra telah merekrut beberapa sebelum bom Bali, dan mereka terus bekerja untuknya setelah peristiwa tersebut, dengan memanfaatkan lemahnya keamanan di penjara Kerobokan, Bali. Diantaranya mereka mengembangkan pengajian online. Kelompok pengajian seperti ini adalah kendaraan standar buat perekrutmen anggota kelompok ekstrimis. Pun pengajian online dapat menghilangkan keterbatasan geografis dan memperluas jangkauan. Para pengikut Imam Samudra lalu membangun pengajian lewat MIRC, sebuah protokol obrolan internet yang mendorong terjadinya obrolan ringan. Obrolan semacam ini memungkinkan pihak yang mengobrol saling mengenal pihak-pihak lain. MIRC yang paling populer di kalangan kelompok ekstrimis adalah #cafeislam dan @ahlussunnah. Saat itu, Nurul Azmi, satu dari sedikit perempuan yang ditangkap dalam kasus terorisme. Imam Samudra sendiri bergabung dalam diskusi #cafeislam, berkat laptop yang diselundupkan ke penjara oleh seorang penjaga yang bersimpati. Ia menggunakan nama irhaby. Melalui diskusi-diskusi seperti ini beberapa individu dari luar JI yang telah aktif secara terpisah dalam diskusi-diskusi online tentang jihad ikut masuk ke dalam jaringan perkawanan dengan Imam Samudra. Salah satu dari mereka adalah Tuan Febriwansyah alias Muhammad Fachry, mantan aktivis Hizbut Tahrir yang bergabung dengah organisasi ekstrimis yang berbasis di Inggris, yaitu al-Muhajirun pada 2005 setelah mendengarkan ceramah online dari Omar Bakri Muhammad, pendiri kelompok tersebut. Salah seorang yang bergabung dengan pengajian MIRC adalah Agung Prabowo, mahasiswa asal Semarang, yang terkenal berhasil meretas berbagai internet banking untuk mendanai studinya dan membuka warnet. Agung merancang situs yang kemudian dikenal dengan nama Anshar al-Muslimin. Sepanjang 2013 dan 2014, www.al-mustaqbal.net merupakan situs pro-ISIS terkemuka di Indonesia. Situs ini lahir sebagai buntut perpecahan antara Jibril dan M. Fachry, yang saat itu juga menjabat sebagai Amir al-Mujahirun di Indonesia. Faktor utama dari perpecahan tersebut adalah alasan ideologis, tentang apakah aparat keamanan seperti TNI dan polisi dapat dianggap sebagai kafir, akibat afiliasi institusi mereka, atau apakah tiap kasus individu harus dipertimbangkan secara terpisah. Fachry, yang mendukung interpretasi pertama, memutuskan untuk meninggalkan Arrahmah pada 2012. Konten al-Mustaqbal kebanyakan berupa daur ulang dari situs-situs jihad lainnya yang punya ideologi serupa, atau kompilasi dari berbagai berita dengan beberapa tambahan kalimat di sana sini. Ia sering mengambil materi dari situs milik Aman Abdurrahman, www.millahibrahim.wordpress.com (IPAC;2015). Kelompok ekstrimis Indonesia memang tidak banyak mencoba hacking apalagi berhasil. Satu pengecualian adalah Cahya Fitriyanta. Cahya merupakan mahasiswa IT dari Institut Teknologi Surabaya pada saat ia pertama kali bertemu dengan Imam Samudra melalui chatting MIRC. Pada 2011, ia bekerja dengan kelompok di Medan yang ingin menggalang dana untuk Santoso di Poso. Cahya berhasil meretas dan mentransfer sejumlah uang ke sebuah rekening yang ia buka di cabang Bank Central Asia setempat. Besarnya penipuan tersebut mampu membantu Santoso di Poso. Cahya adalah satu dari napi teroris di Indonesia yang teradikalisasi melalui internet. Ia tertarik pada situs-situs seperti unjustmedia.com, inshallahshaheed.wordpress.com, qoqaz.com dan ekhlaas.net. Dalam periode sebelum ISIS ini terdapat satu kasus hacking yang berhasil, terdapat juga satu kasus dimana satu kelompok berhasil bergabung melalui pertemanan di Facebook. Apabila ada kelompok yang menggunakan Facebook untuk melakukan rekrutmen, dapat berarti bahwa orang-orang yang tertarik sebenarnya tidak punya kontak yang baik dengan komunitas ekstrimis dan karena itu, tidak memiliki pengalaman
The End Of Jamaah Islamiyah And The Last Terror?
The End Of Jamaah Islamiyah And The Last Terror? 27 Oktober 2022 Penulis: Gus Soffa Ihsan Jakarta. Penangkapan terhadap kelompok Jamaah Islamiyah (JI) tengah bertubi-tubi. Pihak berwenang tampaknya tak mau lagi kecolongan terjadinya kasus terorisme hingga semua yang yang berjejaring dengan JI harus dilibas. Parawijayanto dan Zulkarnaen, petinggi JI yang sedari lama bersembunyi berhasil ditekuk. Tidak hanya menyikat (hard power), tapi pihak berwenang juga memberikan pengampunan dosa melalui selebrasi ikrar untuk kembali ke NKRI bagi mereka semua yang terhubung dengan JI. Ratusan orang-orang JI di beberapa daerah seperti Lampung, Tangerang, dan lainnya sudah berikrar kembali ke NKRI serta membubarkan diri dari JI. Suatu kebijakan dan dorongan dari pemerintah yang humanis, dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. Sangat jauh beda dengan misalnya di negara jiran, Singapura yang tegas tanpa ampun. Kasus Fajar Taslim, napiteroris asal Singapura yang 2022 lalu bebas dari Nusakambangan, langsung dijemput pihak Singapura untuk dijebloskan kembali di penjara negara pulau itu. Kabarnya, penjara Singapura jauh lebih seram dibanding Nusakambangan. Saat saya silaturahmi ke rumah istri Fajar Taslim di sebuah daerah di Jateng beberapa waktu lalu, terungkap pengakuan Fajar Taslim lewat istrinya bahwa penjara di Indonesia seperti laiknya hotel. Perlakuan pemerintah Indonesia sangat manusiawi. Ini yang membuat Fajar Taslim sendiri dalam pengakuan istrinya ingin tinggal di Indonesia. Nah, kini menyisakan pertanyaan, penangkapan beruntun terhadap petinggi dan anggota JI oleh aparat di Indonesia, akankah menjadikan kelompok JI menurun atau bahkan tamat? Bagaimana forecasting terhadap eksistensi dan dinamika sebuah kelompok teroris yang memiliki sanad sejarah panjang teror tersebut?. Sanad Al-Qaeda Ke JI Kasus-kasus terorisme yang terjadi di Indonesia dan dunia sebelum kemunculan ISIS, banyak dikaitkan dengan Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI). JI merupakan jaringan terorisme globalnya Al-Qaeda. Kelompok teroris JI terlatih di berbagai medan, dari Afghanistan, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Dalam skala global, Al-Qaeda turut mempengaruhi pola serangan yang dilakukan JI. Eksistensi Al-Qaeda lebih dari sekedar perebutan kekuasaan dalam gerakan jihadis. Al-Qaedai memiliki penentuan musuh utama, strategi, taktik, dan masalah mendasar lainnya. Al-Qaeda berorientasi jihadisme global dan menyukai serangan-serangan besar dan dramatis terhadap sasaran-sasaran strategis atau simbolis. Serangan di WTC dan Pentagon pada 9/11 adalah yang paling menonjol. Ini sangat beda bila dibandingkan misalnya dengan ISIS yang berkembang dari perang sipil di Irak dan Suriah. ISIS berusaha untuk menaklukkan wilayah demi pendirian suatu Islamic State, dan dengan demikian ia menyebarkan artileri, kekuatan massa dan bahkan tank saat menyapu ke daerah-daerah baru atau mempertahankan daerah yang sudah direbut. Terorisme dalam konteks ini, adalah bagian dari perang revolusioner. Ia digunakan untuk merusak militer, memicu reaksi konflik sektarian atau menciptakan dinamika yang membantu penaklukan di suatu wilayah. Pengalaman tempur di medan-medan perang yang beragam membuat aksi-aksi teror JI bukan hanya lebih cermat, melainkan juga memiliki daya rusak yang luar biasa tinggi. Serangan Bom Bali I dan II yang dilakukan JI berdaya ledak lebih tinggi dibandingkan teror di Surabaya yang menggunakan bom pipa. Bom Bali I, misalnya, dengan berat 6 ton berhasil menewaskan 202 orang. Serangan yang dilakukan oleh JI lebih mematikan daripada yang dilakukan oleh ISIS/JAD. Pasca dihancurkannya sebagaian besar kekuatan Al-Qaeda oleh AS pada skala global, dan melemahnya aksi JI pasca tewasnya para pemimpin JI seperti Azhari dan Nurdin M Top, posisi JI mulai beringsut menyusut dan lalu gahar dipertontonkan oleh ISIS/JAD. Kabarnya Al-Qaeda bangkit kembali di Suriah. Muncul kelompok Hurras al-Din, pecahan dari kelompok Hayat Tahrir al-Syam yang sebelumnya bernama Fatah al-Syam dan Barisan al-Nusro. Mereka pecah karena menolak pandangan pemimpin Muhammad al-Julani yang lebih moderat dan pragmatis. Kelompok Hurras al-Din ini disebut-sebut merekrut banyak anggota ISIS yang kabur setelah ISIS tumbang di Irak dan Suriah. Setelah ISIS/JAD muncul, aksi teror dilakukan lewat jalur lone wolf, serta ada perubahan pada sasaran teror. Sasaran aksi terorisme tidak lagi simbol-simbol Barat seperti dilakukan oleh JI, melainkan justru masyarakat sipil, aparat keamanan, pemerintah, dan istana presiden. Kasus pada 25 Oktober 2022 barusan dipertontonkan oleh seorang perempuan bercadar bersenjata pistol rakitan yang coba terobos istana negara. Beruntung ditangkap oleh polisi. Ini contoh lelaku lone wolf. Amaliyat teror oleh perempuan seperti kasus ini menunjukkan pelaku tanpa jejaring atau dari sel-sel terputus masih menjadi ancaman teror di negeri kita. Dinamika dan Stagnasi Di era struktur sel non-hierarki yang didesentralisasi yang mampu mengeksploitasi teknologi informasi dan alat-alat globalisasi, ada kegelisahan baru untuk melakukan pendekatan lain dalam memotret jaringan teroris. Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti terorisme telah mulai memberikan perhatian yang lebih besar pada pertanyaan bagaimana kelompok teroris reda atau berakhir. Fokus inikendati masih belum terlampau banyaktelah menjadi minat yang semakin besar untuk memahami sebagian dari pertanyaan tentang bagaimana kampanye teroris menurun. Lazimnya, banyak yang melihat pada bagaimana sekelompok organisasi teroris mampu bertahan dan terus melakukan aksinya sekalipun secara mandiri. Misalnya al-Qaeda yang terus bermetamorfosis dengan berbagi ideologi dan bekerja sama satu sama lain. Al-Qaeda mampu menaburkan virus militansinya yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok teroris seperti, Front Islam Internasional untuk Jihad melawan Yahudi dan Tentara Salib, juga kelompok-kelompok dari Aljazair, Bangladesh, Mesir, dan Pakistan. Berbagai kelompok yang terhubung dalam beberapa cara termasuk Front Pembebasan Islam Moro (Filipina), Jamaah Islamiyah (Asia Tenggara), Jihad Islam Mesir (yang bergabung dengan al-Qaida pada tahun 2001), al-Ansar Mujahidin (Chechnya), Jama’ah al-Islamiyya Mesir), Gerakan Islam Uzbekistan, kelompok Salam di Aljazair, serta Harakat ul-Mujahidin di Pakistan dan Kashmir. Para jawara al-Qaeda mampu menjalin hubungan yang kuat terutama dengan kelompok-kelompok yang sebelumnya berfokus pada lokal. Pertanyaan tentang bagaimana gerakan JI berakhir agaknya penting untuk mengaitkan dengan memahami tentang dinamika terorisme secara umum yang didalamnya terdapat kelompok teroris lainnya. Selama ini, pertanyaan tentang bagaimana penurunan kelompok-kelompok teroris tidak dipelajari dengan cermat, dan penelitian yang ada hampir tidak tersentuh. Dalam konteks JI di Indonesia, aparat keamanan fokus pada penangkapan individu maupun jaringan, baik yang beraksi langsung maupun yang terkait dengan jaringan JI sebagai tujuan utama dalam kampanye melawan terorisme. Padahal, penting pula untuk berkonsentrasi pada akar penyebab terorisme dan mendesak kebijakan yang akan menggeret pada kematian JI. Menarik untuk membandingkan studi Assaf Moghadam (2012), dalam studi kasus penurunan RAF (Red Army Faction), kelompok teroris di Jerman, termasuk mengapa dan berapa banyak anggotanya yang berlepas diri dari terorisme. Dalam penelitian Moghadam, ternyata hanya sebagian kecil anggota RAF yang secara sukarela memutuskan untuk
Militansi Buku

Militansi Buku 19 Oktober 2022 Penulis: Gus Soffa Ihsan Jakarta. Novel Laut Bercerita memaparkan kisah para aktivis mahasiswa radikal di Jogja pada tahun 1990-an. Kita tahu, kala itu peta aktivisme di Indonesia lebih banyak terpusat di Jogja, Jakarta, dan Jawa Tengah. Pada masa itu, para aktivis harus sembunyi-sembunyi untuk membaca karya-karya yang masuk dalam daftar buku-buku terlarang. Membawa buku terlarang seperti karya-karya Pram, para penulis kiri Indonesia sebelum tahun 1960-an, atau para aktivis pro-demokrasi, berarti “menenteng bom” dan bisa dianggap “berbahaya dan pengkhianat bangsa”, kata Leila S. Chudori. “Pada 1989,” kata David T. Hill (2001), “para aktivis di Yogya didakwa di bawah UU Anti-Subversi karena menjual salah satu novel Pramoedya yang dilarang; dan mereka bisa menerima hukuman.” Betapa mengerikannya mempunyai buku terlarang di zaman Orde Baru. Yah, buku punya riwayat dan cerita. Ada terhampar cerita tentang penghancuran terhadap buku. Seperti penyaksian Fernando Baez, pakar perbukuan asal Venezuela saat pasukan Amerika menggempur Baghdad pada Mei 2003. Ketika itu, peradaban dihancurkan lewat pembakaran buku dan perusakan museum-museum. Fakta ini mengulang sejarah saat pasukan Hulaghu Khan masuk Baghdad dan menghancurkan isi perpustakaan, melempar buku dan membakarnya. Inilah kisah para Biblioklas, penghancur buku yang hadir dari sejak baheula hingga dunia moderen ini. Bagi Baez, penghancuran buku sama artinya pemusnahan terhadap manusia. Buku hancur bukan sebagai objek fisik, melainkan sebagai tautan memori, tautan pada kesadaran akan pengalaman masa lampau. Buku menjilid memori manusia. Bagi orang Yunani, memori adalah ibu dari sembilan dewi, namanya Mnemosin. Menyitir John Milton pula, apa yang dihancurkan dalam sebuah buku adalah rasionalitas yang dihadirkannya. Tapi buku bukan hanya ditakuti lalu dihancurleburkan. Buku bisa menjadi ‘makhluk’ yang bisa merasuki seseorang hingga dia kalap dan lalu bertindak merusak. Maka, piara buku demi sebuah heroisme idiologi. Membangun cita-cita meniscaya lewat buku. Karenanya, buku diyakini bisa menjadi instrumen efektif untuk menggelorakan dan memandu para pengikutnya untuk tetap komitmen dan melangkah pada jalan yang diperjuangkan. Kelompok teroris ISIS sangat sadar itu dan lalu berkarya serta menyebarluaskan karya-karyanya. Misalnya pernah terbit sebuah buku ‘panduan’ digital untuk para anggotanya di seluruh dunia. Judulnya ‘Panduan Keselamatan dan Keamanan Bagi Pelaku Tunggal Mujahidin dan Jaringan Kecil’ ini berhasil terungkap dan dilaporkan dalam situs Telegraph. Buku ‘panduan’ yang ditujukan bagi militan ISIS ini ditulis dalam bahasa Inggris. Dikabarkan, panduan ini aslinya berasal dari dokumen yang sebelumnya ditulis dalam bahasa Arab untuk kelompok al-Qaeda, yang akhirnya memisahkan diri dengan ISIS pada tahun 2014. Buku ini pun juga dikabarkan merujuk pada dokumen jihad terkenal yang berjudul ‘Membuat Bom di Dapur Ibu Anda’. Didalamnya memuat berbagai tips terkait apa yang harus dilakukan seorang militan untuk bisa melancarkan sebuah serangan. Mantan napiter, Haris Amir Falah pernah menuturkan bahwa pemicu teror adalah pemikiran sang teroris itu sendiri. “Kita tidak sedang khawatir dengan aksi terorisme, karena sesungguhnya pemikiranlah yang sangat berbahaya”. Dalam bukunya bertajuk Hijrah dari Radikal ke Moderat, ia menuangkan pengalaman pribadinya hingga terjerumus ke dalam lingkaran terorisme. Lagi-lagi, pemikiran yang berbahaya tak lepas dari bacaan dari buku-buku yang provokatif. Dari Buku Ke Aksi Ingat Ganna Pryadharizal Anaedi Putra? Hiruk pikuk pro-kontra pemulangan 600 WNI di Suriah sepertinya melupakan sosok yang satu ini. Kisahnya bisa melabrak akal sehat dan menujah normalitas. Pria kelahiran Jakarta ini pergi ke Suriah memboyong istrinya, Syifa Annisa, dan ketiga anak mereka. Istri keduanya, Sefi Ubudiyah, yang alumnus Universitas Negeri Jakarta juga ikut menyusulnya. Mereka tiba di Raqqa, ibu kota kekhalifahan ISIS, pada Oktober 2015, gelombang terakhir orang Indonesia yang hijrah ke negara konflik dan pusat Daulah Islamiyah itu. Ganna adalah alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir. Ganna mendalami pemikiran Islam di Fakultas Ushuluddin. Ia belajar cabang-cabang ilmu filsafat Islam yang bagi sebagian kelompok dianggap sebagai ‘ilmu sesat’. Diawal-awal pergulatannya, pemikiran Ganna tumbuh dari para pemikir Islam kiri, salah satunya Hassan Hanafi, pemikir terkemuka di Mesir. Sepulang ke Indonesia, Ganna bekerja di koran Sindo, lebih dari setahun dan menjadi reporter untuk rubrik internasional. Di masa sebelum bergabung ISIS inilah Ganna sempat pula menjadi editor dan penerjemah di Pustaka Al-Kautsar, sebuah penerbitan buku Islami di Jakarta. Ia menerbitkan macam-macam buku, dari buku saku panduan untuk jemaah haji hingga buku tentang fikih atau hukum Islam. Setidaknya, ia menerbitkan sebelas buku yang terdata dalam katalog Perpustakaan Nasional. Seiring waktu, siapa sangka, Ganna yang dikalangan sejawat kerjanya dikenal cerdas dan senang bercanda, memilih jalur yang sangat radikal sampai-sampai memutuskan ke Suriah dan bergabung ISIS. Asupan buku-buku radikal telah menyiram sekujur pikiran Ganna. Ganna pun berjejaring dengan Kholid Abu Bakar via Gema Salam, sayap pemuda Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Kholid adalah ustadz untuk keluarga Surabaya yang melakukan bom bunuh diri di tiga gereja. Ia juga punya keluarga di Suriah. Pada 2013, Gema Salam pernah secara terbuka mendukung ISIS di Suriah dan mengendalikan situs shoutussalam.org, yang menerjemahkan media propaganda ISIS untuk pembaca Indonesia. Belakangan, situs itu ditutup pemerintah Indonesia. Tersingkap pula Ganna adalah anak buah Aman Abdurrahman, pencetus Jamaah Ansharut Daulah, yang berbaiat pada ISIS. Kemampuan Ganna dalam literasi, membuatnya diberi posisi penting dalam divisi media ISIS. Ia diberi akses kontrol ke Amaq News Agency, media resmi propaganda ISIS. Peran Ganna dan Amaq bisa kita telusuri dari kasus kerusuhan Rutan Salemba cabang Mako Brimob, 8 Mei 2018. Dua jam setelah kerusuhan itu, Amaq mengklaimnya sebagai aksi pendukung ISIS. ISIS tak sembarang main klaim atas satu serangan ganas demi menjaga profilnya sebagai organisasi yang punya disiplin ketat. Biasanya ISIS melakukan proses verifikasi suatu serangan di bawah kontrol jaringan globalnya selama lebih dari enam jam. Kecepatan proses verifikasi itu karena ada akses informasi dan komunikasi langsung antara para tahanan di Mako Brimob dan divisi media Amaq di Suriah, yang dilakoni Ganna. Cilaka dua belas, Ganna tewas dalam serangan bom Pasukan Koalisi pada Mei 2018. Kabar kematiannya pernah diunggah di Facebook istrinya, Syifa Annisa. “Insya Allah jual beli Aa Ganna dengan Allah sudah laku,” kata Syifa, bernada bangga. Ya, untunglah dia sudah tewas, sehingga tidak merepotkan pemerintah Indonesia yang tengah didera tarik ulur soal pemulangan WNI yang hijrah ke Suriah. Gerakan Buku Klandestin Banyak sudah diungkap bahwa sikap dan tindakan seseorang atau kelompok juga dipengaruhi oleh buku. Seringnya ditemukan buku yang bertemakan jihad dalam peristiwa penggerebekan tersangka pelaku